Rabu, 03 Maret 2010

SBY: Tak Boleh Ada Diskriminasi

okezone.com

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan tidak boleh lagi ada diskriminasi karena perbedaan identitas di Indonesia. Apapun agama, suku, etnis dan kepercayaan seseorang harus diperlakukan sama.

Hal itu disampaikan Presiden saat menghadiri perayaan Cap Go Meh di Pekan Raya Jakarta Kemayoran, Jakarta, Rabu (3/3/2010) malam. Turut hadir Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono dan Ny Herawati Boediono serta sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.

Di hadapan sekira 2.000 etnis Tion
ghoa, Presiden menyampaikan pujian atas peran etnis Tionghoa baik selama perang kemerdekaan maupun pada masa pembangunan. "Komunitas etnis Tionghoa tidak pernah berhenti bersama-sama saudara-saudaranya yang lain untuk memajukan negeri yang kita cintai ini," ujar SBY.

Karenanya, Presiden mengajak semua kalangan di Indonesia untuk terus berjuang membangun hari esok yang lebih baik, untuk anak cucu dan sejarah Indonesia yang gemilang di masa depan.

Sementara itu, Koordinator Forum Bersama Indonesia Tionghoa, Murdaya W Poo, dalam sambutannya mendorong agar masyarakat etnis Tionghoa aktif berperan serta dalam pembangunan Indonesia.

Terlebih, setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi ras dan etnis.

"Dengan disahkannya 2 undang-undang tersebut, Indonesia telah menyatakan diri sebagai bangsa modern. Bangsa yang tidak lagi membeda-bedakan perlakuan terhadap warganya. Bangsa demokratis yang bebas diskriminasi," katanya.

Karena itu, sambung mantan politisi PDI Perjuangan tersebut, dikotomi pribumi dan non pribumi sudah tidak lagi relevan. Sebab, Undang-Undang kewarganegaraan mengatur bahwa setiap orang yang lahir di Indonesia, yang sejak kelahirannya tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya, dinyatakan sebagai orang Indonesia asli.

Berkaitan dengan itu, Murdaya menekankan pentingnya rasa aman dan damai agar roda ekonomi berjalan. Hal itu bisa diwujudkan dengan menghindari keributan, fitnah, dan mendiskreditkan pemimpin. "Pemimpin yang bersih dikatakan kotor, yang kotor yang mengaku bersih," katanya.

Murdaya melanjutkan, jika pemerintah yang dipercaya rakyat diganggu dan digoyang terus, maka rakyat jugalah yang akan menderita. Karenanya, dia meminta agar Yudhoyono dan Boediono maju terus mempertahankan kebenaran.

"Kebenaran tetap kebenaran. Yang tidak benar tidak bisa mengaku benar, karena kebenaran tidak ada duanya," katanya.
(ded)

0 komentar:

Posting Komentar